Mazhab pada hakikatnya
adalah pendapat. Penjelasannya adalah bahwa tidak semua hukum-hukum syariah
bisa dengan jelas ditemukan dasar dalilnya di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Ada
begitu banyak hukum yang tidak mudah ditemukan dalilnya, bahkan boleh dikatakan
bahwa justru sebagian besarnya justru tidak bisa dengan mudah didapat dalilnya
dengan cara yang gamblang pada nash-nash syariah itu.
Untuk itu para fuqaha,
yaitu ulama yang ahli di bidang istimbath hukum, perlu melakukan berbagai upaya
ijtihad untuk dapat mengeluarkan kesimpulan. Dalam prosesnya, memang tidak bisa
dipungkiri bahwa kemudian muncul perbedaan-perbedaan antara satu dengan yang
lain. Hal itu tentu terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Mazhab pada hakikatnya
adalah sebuah kesimpulan hukum yang diambil. Bermazhab maksudnya melakukan
ibadah dengan mereferensi pada pendapat 4 imam yang terkenal / Mu’tabar seperti
Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafe’i dan Imam Hanbali. 4 Imam ini telah
menjadikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai dasar Pendapatnya. 4 Imam inipun telah
memenuhi syarat-syarat untuk Ijtihat antaralain: Hafizd Alqur’an dan hafal
Ribuan Hadist dan memahami keterkaitan Hadist dengan Al-qur’an.
Untuk lebih jelasnya
silahkan baca Artikel dibawah ini mudah-mudah akan membuka wawasan kita
mengenai bermazhab
Dalam salah satu dialog yang terekam diatas, :
“saya hanya memberi contoh mazhab yang paling
terkenal di Indonesia juga membenarkan hal itu, bukan mazhabiyah, saya tidak
ikut mazhab, saya hanya mengikuti hadist saja, ngapain susah susah dengan
mazhab , kalaupun mau dikatakan bermazhab , maka saya mazhabnya ahlul hadist
yang lebih mengutamakan Sir, bukan jahar”. Sungguh hebatnya Ilmunya yang tidak mau bermazhab.
Apakah tidak mengetahui jika para Ahli Hadits saja bertaqlid/ bermazhab kepada
salah satu imam yang 4 (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi & Imam Ahmad).
Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal sebagai ulama
hadits terkemuka dan pendiri fiqih Mazhab Hambali, juga pernah belajar kepada
Imam Syafi’i. Selain itu, masih banyak ulama-ulama ahli ‘ilm yang terkemudian
yang mengikuti dan turut menyebarkan Mazhab Syafi’i, antara lain:
Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari,
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam
Ibnu Katsir, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim, dll.
Berbagai Tuduhan Terhadap Mazhab Fiqih:
Ada begitu banyak tasykik (keraguan) yang diarahkan
kepada mazhab fiqih, baik yang dilancarkan oleh orientalis musuh-musuh Islam,
atau pun dilontarkan dari kalangan umat Islam sendiri, yang sekiranya ilmunya
kurang mendalam dalam urusan kedudukan mazhab fiqih.
Yang dari kalangan umat Islam sendiri ada dua macam,
yaitu mereka yang semata-mata awam dan kurang ilmu tapi mau belajar dan siap
tercerahkan. Tetapi ada juga yang sudah bodoh, kurang ilmu, sikapnya mau menang
sendiri dan merasa dirinya 100% mutlak selalu benar. Kita berlindung
kepada Allah dari kedua sifat ini.
Ada begitu banyak tuduhan yang dilancarkan,
bertubi-tubi dan tidak pernah berhenti, seolah-olah orang yang bermazhab itu
bertaqlid buta, melakukan bid’ah, menghidupkan jiwa fanatisme dan perpecahan,
serta ketinggalan zaman. Tentu tuduhan-tuduhan itu sangat lemah, tidak berdasar
dan mudah sekali dipatahkan tuduhan yang saat ini sering dilontarkan adalah:
Bermazhab Dituduh Menghidupkan Fanatisme dan Perpecahan
Banyak orang mengira bahwa dengan menggunakan mazhab
fiqih berarti sama saja kita mundur ke belakang dan kembali kepada fanatisme
kelompok dan bermuara kepada perpecahan di tengah umat Islam.
Padahal Allah SWT mewajibkan umat Islam bersatu dan
mengharamkan perpecahan.
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
Dan berpegang-teguhlah kalian pada tali Allah dan
jangan berpecah belah. (QS. Ali Imran : 103)
Jawaban
Perbedaan pendapat itu tidak berarti perpecahan. Sebab
para nabi dan rasul pun boleh berbeda pendapat, tetapi kita tidak mengatakan
bahwa mereka telah berpecah belah. Demikian juga para malaikat yang mulia dan
tidak punya nafsu itu bisa saja berbeda pendapat, sebagai kisah orang yang
membunuh 99 nyawa ditambah satu nyawa. Tetapi kita tidak bisa menarik
kesimpulan bahwa para malaikat telah berpecah-belah atau saling bermusuhan.
Maka antara perbedaan pendapat dengan perpecahan dan
permusuhan ada jurang pemisah yang sangat lebar.
Perpecahan atau permusuhan itu biasanya tidak dipicu
dari perbedaan pendapat, melainkan lebih sering dipicu dari rasa iri dan
dengki, atau dendam yang dipendam lama dan dikipas-kipaskan oleh setan.
Dan para ulama ketika berbeda pendapat, sama sekali
jauh dari niat untuk berpecah belah. Justru mereka saling menghormati dan
saling menghargai. Para ulama antar mazhab sudah terbiasa berbalas pujian satu
dengan yang lain, karena sifat dan sikap tawadhdhu’ mereka yang memang
merupakan ciri khas dan akhlaq paling dasar.
Sedangkan perpecahan atau permusuhan biasanya terjadi
antara pihak-pihak yang sakit hati, dan adanya persaingan yang tidak sehat.
Memang kadang ada segelintir orang yang kurang ilmu
membangga-banggakan gurunya dan kelompoknya, lalu dia membawa-bawa mazhab
ketika berseteru dengan musuh-musuhnya. Padahal seandai orang belajar ilmu agama lewat jalur yang
benar, tidak mungkin dia bersikap suka menyalahkan orang lain, atau mengejek
serta mencaci maki kelompok lain.
Sikap kurang terpuji seperti itu biasanya lahir dari
pribadi-pribadi yang tidak pernah belajar ilmu agama dengan manhaj yang benar.
Maka kalau ada orang suka menyalahkan pendapat yang berbeda, ketahuilah bahwa
sikap itu adalah ciri-ciri dari kurangnya ilmu.
Untuk lebih lengkapnya silahkan baca artikel ini
di http://generasisalaf.wordpress.com