Kisah ini berjudul
KENAPA HARUS ASY’ARIYAH ??
dikutip dari blog http://generasisalaf.wordpress.com
Saya
memiliki berbagai macam pertanyaan yang saya simpan dan saya bawa ke Mesir
dengan harapan agar saya mendapatkan jawabannya. Salah satu pertanyaan yang
saat itu terlintas di benak saya adalah: Apa itu aliran Asy`ariyah? Dan kenapa
harus bernama Asy`ariyah dan tidak langsung saja bernama Ahlusunah? Apa bedanya
antara Asy`ariyah dan Ahlusunah? Asy`ariyah itu muncul belakangan, jadi para
generasi awal akidahnya apa dong?
Saat itu
saya masih belum mengerti betul tentang aliran-aliran yang terdapat di dalam
Islam. Yang saya tahu, saya dulu pernah belajar tentang sifat-sifat 20 yang
wajib dan mustahil bagi Allah, sifat 4 yang wajib dan mustahil bagi para rasul,
dan beberapa hal yang masih saya ingat tentang Sam`iyyat. Konsep
pelajaran tentang ketuhanan itu telah saya pelajari sejak SD hingga tiga tahun
pertama di pesantren Gontor. Dan setelah hampir 12 tahun, baru saya menyadari
bahwa itu adalah ajaran akidah menurut aliran Asy`ariyah.
Jika kita
menggunakan logika, maka logika kita akan mengatakan bahwa ajaran Islam yang
murni adalah ajaran Islam yang ada dan dipraktekkan pada zaman awal Islam.
Begitulah pola pikir saya sebelum saya memasuki masa kuliah di al-Azhar. Jelas
sekali bahwa kita diperintahkan untuk beragama sesuai dengan apa yang Allah
turunkan kepada rasul-Nya.
Maka saat
itu saya bertanya-tanya, kenapa akidah saya adalah Asy`ariyah? Padahal
belakangan saya ketahui bahwa imam Abu Hasan al-Asy`ari itu hidup pada awal
abad ke empat hijriah, tiga ratus tahun setelah kematian Rasulullah Shallallahu
`alaihi wa sallam. Jika itu adalah akidah yang benar, maka kenapa aliran
itu baru muncul setelah sekian ratus tahun setelah Rasulullah wafat? Dan jika
aliran itu benar, lalu apa yang diyakini oleh orang Islam sebelum kemunculan
imam Abu Hasan al-Asy`ari?
Terlebih
lagi saat itu saya mendapati teman dekat saya sudah melepaskan keyakinan dan
cara beragama yang sama-sama kita jalani di pesantren dulu, ia saat itu telah
menganut Islam dengan konsep aliran Salafi yang salah satu pendapatnya adalah
bahwa aliran Asy`ariyah bukanlah termasuk kelompok Ahlusunah wal Jamaah karena
beberapa sebab. Hal itu semakin membuat saya bertanya-tanya dan berharap untuk
mendapatkan jawabannya, karena jika aliran yang saya anut ini salah maka yang
benar adalah aliran teman saya itu, atau sebaliknya.
Ketika saya
masuk ke al-Azhar, setelah beberapa bulan belajar dan mengikuti perkuliahan,
saya mengetahui bahwa al-Azhar, lembaga pendidikan yang telah berumur seribu
tahun lebih ini menganut akidah Asy`ariyah. Al-Azhar yang telah melahirkan
ribuan ulama di seluruh dunia, menjadi kiblat ilmu keislaman sejak dulu,
menganut akidah yang sama dengan yang saya dan rata-rata masyarakat Indonesia
dan Asia Tenggara anut, Asy`ariyah. Sejak saat itu saya mencari buku-buku
tentang akidah untuk mengobati pertanyaan-pertanyaan saya tadi. Selain mencari
buku-buku yang terkait dengan akidah Asy`ariyah, saya pun mencari buku-buku
yang berkaitan dengan aliran Salafi sebagai pembanding.
Akhirnya
sebuah kunci saya dapatkan. Imam Abu Hasan al-Asy`ari tidaklah membuat sebuah
aliran baru dalam Islam, ia tidak mendirikan sebuah mazhab akidah baru dan
mengaku sebagai ahlusunah. Ia tidak lain adalah seorang perumus akidah Islam
yang telah ada pada saat itu. Ia merumuskan dan menyimpulkan akidah yang dianut
oleh para kaum generasi awal Islam melalui riwayat-riwayat dan pengajaran yang
telah tersebar saat itu untuk memisahkan antara akidah yang murni dan akidah
yang telah tercampur tangan-tangan kelompok Muktazilah, Syiah, dan kelompok lainnya.
Jika kita
berpikir bahwa imam Abu Hasan al-Asy`ari adalah seorang pendiri mazhab, maka
kita akan sampai kepada pertanyaan di atas tadi, “kenapa mazhab ahlusunah baru
berdiri tiga ratus tahun setelah Rasulullah wafat?”, namun jika pikiran itu
kita rubah, maka pertanyaan itu akan terjawab dengan sendirinya.
Ilmu tajwid
telah ada sejak saat Rasulullah membacakan al-Quran kepada para sahabat, namun
baru dirumuskan setelah sekian puluh tahun kemudian. Begitu juga ilmu nahwu,
ilmu hadis riwayat maupun dirayat, dan beberapa disiplin ilmu lainnya. Maka hal
yang serupa juga terjadi dalam ilmu akidah, meski imam Abu Hasan al-Asy`ari
bukanlah orang yang pertama merumuskan akidah Islam. Sebelumnya telah ada
orang-orang seperti imam Abu Hanifah dengan al-Fiqh al-Akbar-nya
dan imam Abu Ja`far al-Thahawi dengan al-Aqidah al-Thahawiyah.
Maka imam
Abu Hasan al-Asy`ari tidaklah mendirikan mazhab baru, ia merumuskan akidah
Islam sejak generasi awal Islam lalu kemudian ia ajarkan kepada murid-muridnya,
dan para murid-murid itu mengajarkan kepada generasi setelahnya hingga para
murid itu dikenal sebagai muridnya imam Asy`ari dan disebut dengan Asy`ariyah
atau para pengikut imam Asy`ari. Sejak saat itu, tradisi ilmu yang diwariskan
oleh imam Asy`ari telah mampu melindungi akidah Islam dari serangan berbagai
pihak baik dari luar Islam seperti filsafat Yunani ataupun dari dalam Islam
seperti kaum Muktazilah, Murji`ah dan Jabariyah.
Tradisi
keilmuan itu pun diteruskan dan dilestarikan oleh para ulama hingga saat ini.
Maka jika kita memperlajari sejarah peradaban Islam khususnya dalam masalah
akidah, kita akan melihat nama-nama para ulama besar yang meneruskan tradisi
keilmuan ini. Sebut saja imam al-Qurthubi penulis tafsir al-Jami` li
Ahkam al-Qur’an, imam Ibnu Katsir penulis tafsir Tafsir al-Qur’an
al-Adzim, imam Fakhruddin al-Razi penulis tafsir Mafatih al-Ghayb,
imam al-Baghawi, Syihabuddin al-Alusi, Jalaluddin al-Suyuthi, al-Khatib
al-Syarbini, imam Daruquthni, imam Ibnu Hibban, al-Khatib al-Baghdadi, Imam
Nawawi, Imam Ghazali, Ibnu Asakir, Ibnu al-Jauzi, dan ratusan nama lain yang
jika saya tuliskan semuanya maka tulisan ini hanya akan penuh dengan nama-nama
ulama dan tidak lagi ringkas seperti yang saya niatkan.
Maka, tidak
heran jika imam Tajuddin al-Subki menuliskan dalam kitab Thabaqat
al-Syafi`iyah al-Kubra, “Saya mengetahui bahwa seluruh pengikut mazhab imam
Malik adalah Asy`ariyah, tidak ada pengecualian satupun. Mayoritas pengikut
mazhab imam Syafi`i juga adalah Asy`ariyah kecuali beberapa orang yang masuk
golongan Mujassimah dan Muktazilah yang Allah tidak peduli kepadanya. Mayoritas
pengikut mazhab Hanafi juga adalah Asy`ariyah, yaitu meyakini seperti yang
diyakini imam al-Asy`ari, tidak ada yang keluar dari mereka kecuali beberapa
orang yang masuk menjadi Muktazilah. Dan para pembesar mazhab Hanbali juga
Asy`ariyah, tidak ada yang keluar darinya kecuali beberapa orang yang masuk
golongan Mujassimah.”
Jika saja
Asy`ariyah bukanlah ahlusunah, maka siapa ahlusunah itu? Jika ahlusunah
diartikan secara umum sebagai kaum yang berjalan di atas jalan sunah Rasulullah
dan para generasi awal Islam, para ulama besar di atas pun berjalan di atasnya
bahkan mereka tidak hanya berjalan namun juga mengembangkan, melestarikan dan
mengabdikan dirinya demi menjaga sunah Rasulullah. Dan jika ahlusunah diartikan
sebagai sebuah kelompok tertentu, maka kelompok manakah itu? Apakah para ulama
besar tadi harus dikeluarkan dari kelompok ahlusunah yang selamat dari neraka?
Telah banyak
buku-buku yang membahas penyimpangan Muktazilah, Murjiah dan beberapa kelompok
menyimpang lainnya. Buku-buku itu pun telah disusun sejak ratusan tahun lalu,
sejak masa imam Abu Hasan al-Asy`ari bahkan sebelumnya. Maka, jika memang
Asy`ariyah bukanlah ahlusunah, maka coba sebutkan buku-buku yang berisi tentang
penyimpangan kelompok Asy`ariyah yang ditulis sejak awal abad meninggalnya imam
Asy`ari. Karena jika tradisi keilmuan kelompok Asy`ariyah adalah sesat, pasti
hal itu tidak akan tersembunyikan oleh zaman, dan pasti telah banyak buku yang
membahas kesesatannya sejak lama layaknya Muktazilah, Murjiah dan Mujasimah.
Jika seperti
ini, menurut saya tidak lagi penting siapa saja dan kelompok mana ahlusunah
itu, tidaklah perlu untuk saling mengklaim ataupun memperebutkan nama
ahlusunah. Sejarah telah membuktikan bahwa para ulama di atas telah memberikan
sumbangsih yang sangat besar terhadap agama ini.
Jika anda
menganggap kelompok Asy`ariyah adalah sesat dan keluar dari barisan ahlusunah,
maka silahkan hapus nama-nama ulama yang berhubungan dengan Asy`ariyah dari
jajaran ulama Islam dan lihat berapa nama yang tersisa di dalam daftar ulama
Islam itu. Semoga bermanfaat.
Referensi:
- Ahl
al-Sunnah al-Asya`irah, Syahadah `Ulama al-Ummah wa Adillatuhum, Hamad
al-Sinan, Dar al-Dhiya, Kuait, 2010
- Syarh
al-Kharidah al-Bahiyah, Ahmad bin Muhammad al-Dardir, tahkik Musthafa
Abu Zayd Mahmud Risywan, Dar al-Bashair, Kairo, 2010
- Syarh
al-`Aqidah al-Thahawiyah, Abdul Ghani al-Ghanimi al-Maydani, tahkik
Kamil Ahmad Kamil al-Husaini, Dar al-Bashair, Kairo, 2008
- Tabyin
Kadzib al-Muftari fi ma Nusiba ila al-Imam Abi al-Hasan al-Asy`ari, Ibnu
Asakir, taklik Muhammad Zahid al-Kautsari, al-Maktabah al-Azhariyah li
al-Turats, Kairo, 2010