Judul
“Taqlid, Ittiba, dan Talfiq” Penulis : Jamilah NIM 1003110308 (Mahasiswa Jurusan
Dakwah, Prodi KPI, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Palangka Raya,
Dipresentasikan dalam diskusi kelas pada semester Genap tahun 2012) dan Diedit
kembali oleh Abdul Helim
Secara garis besarnya Taqlid adalah mengikuti tanpa mengetahui dalilnya,
Ittiba adalah Megikuti dengan mengetahui dalilnya, dan Talfiq adalah memilih pendapat imam
mazhab yang terbaik dan ringan menurutnya.
Kesimpulan penulis mengenai Taqlid,
Ittiba, dan Talfiq:
1. Taqlid
Hakekat taqlid
menurut ahli bahasa, diambil dari kata-kata qiladah (kalung), yaitu sesuatu
yang digantungkan atau dikalungkan seseorang kepada orang lain. Contoh
penggunaannya dalam bahasa Arab, yaitu taqlid al-hady (mengalungi hewan
kurban). Seseorang yang bertaqlid, dengan taqlidnya itu seolah-olah
menggantungkan hukum yang diikutinya dari seorang mujtahid. Taqlid artinya
mengikut tanpa alasan, meniru dan menurut tanpa dalil. Menurut istilah agama
yaitu menerima suatu ucapan orang lain serta memperpegangi tentang suatu hukum
agama dengan tidak mengetahui keterangan-keterangan dan alasan-alasannya. Orang
yang menerima cara tersebut disebut muqallid.
Taqlid ada dua
macam yiatu taqlid yang diperbolehkan, yaitu taqlid bagi orang-orang awam yang
belum sampai pada tingkatan sanggup mengkaji dalil dari hukum-hukum
syariat. dan taqlid yang tidak diperbolehkan (dilarang/ haram), yaitu
bagi orang-orang yang sudah mencapai tingakatan an-nazhr atau yang sanggup mengkaji hukum-hukum
syariat.Syarat-syarat taqlid bisa dilihat dari dua hal, yaitu syarat orang yang
bertaqlid dan syarat-syarat yang ditaqlidi.
2. Ittiba
Ittiba artinya menurut atau mengikut. Menurut istilah
agama yaitu menerima ucapan atau perkataan orang serta mengetahui
alasan-alasannya (dalil) baik dalil itu al-Quran maupun Hadis yang dapat
dijadikan hujjah. Imam Syafii mengemukakan pendapat bahwa ittiba berarti
mengikuti pendapat-pendapat yang datang dari Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
atau yang datang dari tabiin yang mendatangkan kebajikan. Sedangkan menurut
para ahli ushul fiqh ialah menerima atau mengikuti perkataan orang lain dengan
mengetahui sumber atau alasan perkataan itu. Orang yang melakukan ittiba
disebut muttabi yang jamaknya disebut
muttabiun. Ittiba memang dan bahkan
disuruh dalam agama. Firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 43
merupakan suatu perintah untuk bertanya kepada orang yang tahu dari kitab dan
sunnah, tidak dari yang lain-lain. Dengan demikian, jelaslah bahwa ittiba itu
tidak dilarang.
3.
Talfiq
Talfiq yaitu
menyelesaikan suatu masalah (hukum) menurut hukum yang terdiri atas kumpulan
(gabungan) dua mazhab atau lebih. Fuqaha dan Ahli Ushul mengenai hukum talfiq
ini, yakni boleh atau tidaknya seseorang berindah mazhab, baik secara
keseluruhan maupun sebagian mereka terbagi keadalam
tiga pendapat yaitu :
Pendapat
pertama, mengatakan bila seseorang telah memiliki (memilih)
salah satu mazhab, maka ia harus tetap pada mazhab yang telah dipilihnya itu.
Ia tidak dibenarkan pindah kepada mazhab yang lain, baik secara keseluruhan
maupun sebagian.
Pendapat kedua, mengatakan bahwa seseorang yang telah memilih salah satu mazhab boleh
berpindah ke mazhab yang lain walaupun untuk mencari keringanan dengan
ketentuan hal itu tidak terjadi dalam satu kasus hukum yang menurut mazhab
pertama dan mazhab kedua sama-sama memandang batal (tidak sah). Atas dasar ini
maka talfiq dapat dibenarkan.
Pendapat ketiga, berpendirian bahwa seorang yang telah memilih salah satu mazhab tidak ada
larangan agama terhadap dirinya untuk pindah ke mazhab lain, walaupun didorong
untuk mencari keringanan. Ia dibenarkan mengambil pendapat dari tiap-tiap
mazhab yang dipandangnya mudah dan gampang, dengan alasan Rasulullah sendiri
kalau disuruh memilih antara dua perkara beliau memilih yang paling mudah
selama hal itu tidak membawa dosa dengan alasan ini maka talfiq hukumnya mubah.
Sedangkan Ulama
Jumhur mengklasifikasikan talfiq kepada dua
macam yaitu:
pertama, Talfiq yang dibolehkan,
yaitu mengambil yang teringan diantara pendapat-pendapat para mujtahid (mazhab)
dalam beberapa masalah yang berbeda-beda. Mereka beralasan bahwa talfiq sesuai
dengan prinsip penetapan hukum yang ditunjukkan syara yaitu tidak menyulitkan.
Tetapi kemudahan yang diberikan oleh agama tersebut itu jangan
dimudah-mudahkan. Para ulama membolehkan talfiq ini dengan tujuan untuk
memperkecil fanatisme terhadap satu mazhab atau menghindarkan perpecahan di
kalangan umat Islam.
Kedua, Talfiq yang tidak dibolehkan, yaitu mengambil yang teringan diantara
pendapat-pendapat para mujtahid dalam suatu masalah. Bagi Ulama yang tidak
memperbolehkan talfiq ini mereka adalah kelompok yang berpegang teguh kepada
pendapat para Imamnya yang telah dijangkiti penyakit taqlid dan fanatik mazhab.
Talfiq merupakan
istilah yang lahir sebagai reaksi dari berjangkitnya taqlid yang telah melanda
umat yang cuku lama, kemudian talfiq muncul bersamaan dengan kebangkitan
kembali umat Islam dan eksistensinya membawa pro dan kontra di kalangan umat
(fuqaha). Talfiq merupakan istilah yang relatif baru dalam lapangan fiqh.
Selengkapnya silahkan baca di http://www.abdulhelim.com/2012/05/taqlid-ittiba-dan-talfiq.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar